Makassar – 7menit.com – Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H) Universitas Negeri Makassar (UNM) berkolaborasi dengan Mitologi Bumi Sulawesi (MBS) menyelenggarakan Seminar nasional dengan tema “Trust Issue di Sosial Media dalam Menyikapi Sejarah: Mengungkap Tabir di Balik Perang Makassar”.

Seminar ini diadakan pada Selasa, 4 Juni 2024, pukul 13.00 WITA, di Ballroom D Lantai 2, Gedung Phinisi UNM Makassar. Acara ini dibuka langsung oleh Rektor UNM, Prof. Dr. Karta Jayadi, M.Sn.

Kegiatan ini juga merupakan program kerja dari Mitologi Bumi Sulawesi (MBS) yang bergerak di bawah naungan Yayasan Budaya Bugis Makassar (YBBM) yang diberi nama MBS Road To Campus.

Road To Campus merupakan salah satu program yang telah disepakati antara MBS dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Dana Indonesiana dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Menghadirkan pemateri Muh. Isra DS selaku Pemerhati Sejarah Budaya Makassar, Aida Gunawan, sebagai pelestari Budaya dan Faisal Andi Saransi Rachmat Kami, S.Sos, Pemerhati Sejarah Budaya Bugis serta dipandu oleh Nursipatma selaku moderator.

Andi Aso Tenritatta, Ketua HMPS Pendidikan Sejarah FIS-H UNM, menyampaikan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi oleh program kerja himpunan untuk mengadakan seminar dengan tujuan menciptakan iklim akademis di kampus yang mampu memfasilitasi diskusi mengenai isu-isu hangat termasuk sejarah.

“Kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi peserta dalam memperkaya wawasan mengenai sejarah dan budaya lokal,” ujarnya.

Andi Aso berharap seminar ini dapat menjadi wadah untuk memperdalam pemahaman tentang sejarah dan budaya lokal, serta menginspirasi para peserta untuk lebih kritis dalam menyikapi isu-isu sejarah di media sosial.

Muh. Isra DS, selaku pembicara pertama, mengungkapkan bahwa ada tabir yang harus dibuka di balik terjadinya perang Makassar. Apa tabir itu? Isra mengatakan sesungguhnya perang yang terjadi pada saat itu masih perlu dikaji lebih mendalam tentang kebenarannya.

Berdasarkan fakta sejarah, Isra mengatakan ada dua hal yang menguatkan jika perang yang dicatat dalam sejarah ini patut dipertanyakan kebenarannya. Pertama, belum ada sumber catatan sejarah yang bisa mengungkap siapa tokoh yang gugur dalam perang itu.

Kedua kata Isra, kedua sosok yang bertikai memiliki makam yang berdekatan sehingga ada logika dan fakta yang tidak nyambung kalau dikatakan bahwa kedua tokoh tersebut berseteru dalam skala besar seperti perang Makassar .

Sehingga Isra berharap, sudah sepatutnya saat ini bisa bijak melihat sejarah masa lalu, tidak boleh memahami sejarah sepenggal penggal karena akan memicu panatisme suku dan agar kita tidak terpecah akibat salah dalam memahami sejarah.

” Bugis dan Makassar itu satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam konsep NKRI, jadi hentikan itu dikotomi bugis makassar karena hanya akan menjadi pemecah belah anak bangsa ” tegas Isra DS yang juga Kordpres KAHMI Gowa ini

Sementara itu, Faisal Andi Saransi Rachmat Kami yang akrab disapa Puang Mamang menjelaskan bahwa perang Makassar yang terjadi pada saat itu tidak mewakili dua suku yakni Bugis dan Makassar, karena pada saat terjadi pertempuran antara Gowa dan Bone, Wajo yang notabenenya suku bugis ternyata berpihak kepada Gowa, sementara Jeneponto yang notabene suku Makassar justru membantu Bone.

Sehingga, Puang Mamang berharap sekat dan antara Suku Bugis dan Makassar yang cukup kencang bergesekan, saat ini bisa diredam bahkan dihilangkan, karena jika sekat itu terus dipelihara, maka tanpa sadar kita saat ini masih masuk dalam perangkat politik devide et inpera yang telah di bangun VOC ratusan tahun yang silam.

Aida Gunawan dalam pemaparannya mengungkapkan jika gesekan antara dua suku besar yang ada di Sulsel saat ini memang sangat terasa dan nyata terjadi.

“Gesekan itu saya lihat langsung, misalnya pada prosesi pernikahan. Penyebutan kata Bugis Makassar sudah banyak yang tidak sepakat, harus katanya dipisah, Bugis dan Makassar,” ungkap Aida.

Sekalipun demikian, sebagai pelestari budaya, Aida belum menemukan perbedaan yang mendasar dari kedua suku itu selain bahasanya.

Ashar, selaku PIC MBS Road To Campus, mengatakan acara ini merupakan bagian dari kerja-kerja nyata dari teman-teman di MBS dan HMJPS Pendidikan Sejarah untuk melihat bagaimana sejarah ini bisa dimaknai dengan bijak, dan sejarah kebesaran kita dijadikan sebagai penguat dan pemersatu, bukan sebagai pemecah belah.

“Dari sejarah kita bisa mengenal kebesaran suku dan budaya. Andai Bugis dan Makassar betul-betul bisa menyatu tanpa adanya sekat, maka kita tentu bisa mengulang kebesaran dan kehebatan para pendahulu kita. Bukankah sejarah itu pasti berulang ?” kunci Ashar.

Animo peserta seminar ini sungguh luar biasa, jumlah peserta yang hadir melampaui dari target. Kalla friends selaku sponsorship dalam kegiatan ini harus beberapa kali menambah kouta tiket, mengingat jumlah pendaftar terus bertambah.

Peserta yang hadir dalam acara seminar ini dari berbagai kalangan, mulai dari Mahasiswa, guru, dosen hingga para penggiat dan pencinta sejarah. Dalam acara ini, juga ditampilkan tari empat etnis sebagai bentuk penguatan dan pelestarian adat budaya.

(Red2)

By admin